Terhitung sejak 20
Oktober 2014, Lima hari sudah Joko Widodo (Jokowi) disumpah sebagai presiden
Republik Indonesia ke tujuh, namun otak-atik kabinet rupanya belum juga mampu
dirampungkan. Alasannya karena delapan nama yang disetorkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) ditengarai terindikasi tidak bersih.
Menurut UU No. 39/2008
tentang Kementerian Negara, presiden memiliki waktu maksimal 14 hari setelah pengucapan
sumpah untuk merancang dan mengumumkan siapa-siapa saja yang dipilih sebagai
menteri untuk membantunya menjalankan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan.
Upaya Presiden Jokowi yang
melibatkan KPK guna menciptakan kabinet bersih memang harus diapresiasi. Akan tetapi,
standar bersih yang ditetapkan seharusnya lebih luas, tidak sekedar bebas dari
indikasi korupsi, tidak ditetapkan sebagai tersangka dengan tuntutan hukum di
atas 5 tahun tetapi juga bebas dari dugaan keterlibatan dalam kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM).
Minimnya perspektif HAM
dalam pemilihan pembantu presiden itu, rasanya, cukup memberikan kita
tanda-tanda tentang bagaimana HAM diperlakukan nantinya. Tidak saja upaya
penyelesaian kasus HAM masa lalu yang tidak akan berubah seperti pada era
Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi pendekatan yang dilakukan di tataran
masyarakat, yang hari ini konfliknya meningkat hingga ratusan persen (%), masih
mungkin akan menggunakan pendekatan yang cenderung militeristik.
Asumsi itu bukan tidak
berdasar. Dalam kasus HAM, kekebalan hukum masih merajalela. Banyak pelaku yang
seharusnya bertanggungjawab malah mencuci tangan lalu bergumul dengan
perpolitikan hari ini dan berharap menjadi penguasa. Siapa sangka mereka ada di
barisan terdekat presiden Jokowi. Lalu, Siapa mampu menjamin orang yang tidak
pernah dihukum atas kejahatannya terhadap kemanusiaan tidak lagi mengulangi
kejahatannya di masa yang akan datang?.
Oleh karenanya,
pelibatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga penting
dipertimbangkan. tidak hanya sebagai itikad baik bagi Presiden Jokowi dalam merealisasi janji-janji
kampanye soal penuntasan kasus HAM, tetapi juga mampu meyakinkan masyarakat
bahwa mereka akan hidup aman di era kepemimpinan presiden Jokowi nantinya.
Pelibatan Komnas HAM
bersama-sama dengan KPK menentukan mana
calon yang layak untuk dipilih sebagai kandidat menteri akan melahirkan
integrasi yang apik. Setidaknya harapan baru akan dimulai tentang Indonesia yang
bebas korupsi dan bebas kekerasan serta pelanggaran HAM. Namun tampaknya, jauh
panggang dari api. Komnas HAM masih dianaktirikan, penegakan HAM masih sulit
menemui jalannya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar